Selasa, 11 Oktober 2011

LKTM Potong

KARYA TULIS MAHASISWA

BIDANG PETERNAKAN

PENINGKATAN POPULASI SAPI BALI

MELALUI INDUKSI KELAHIRAN KEMBAR

OLEH

MARFRIANDI. H.A




FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2004
PENINGKATAN POPULASI SAPI BALI

MELALUI INDUKSI KELAHIRAN KEMBAR

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Upaya peningkatan kontribusi subsektor peternakan dalam pengembangan perekonomian daerah samapai saat ini masih ditujukan pada peningkatan populasi ternak. Diantaranya adalah dengan mewujudkan pengembangan kawasan sentra produksi peternakan untuk produksi sapi potong. Hal ini dilakukan karena semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan permintaan daging sapi. Peningkatan konsumsi tersebut tentunya akan meningkatkan impor daging sapi karena belum bisa dipenuhi dari dalam negeri.

Kita mempunyai ternak sapi lokal yang apabila dikembangkan secara insentif tentunya dapat memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri dan tantangan ekspor. Salah satunya adalah sapi bali. Sapi Bali mempunyai keunggulan yaitu; mudah dipelihara, jinak, sapi unggul lokal Indonesia, tidak selektif dalam hal makanan, daya cerna relatif baik, kemampuan beradaptasi dengan lingkungan baik, karkas yang dihasilkan sekitar 56 – 57% serta reproduksi yang bagus yaitu 40 – 80%. Kemudian sapi bali mempunyai peranan sebagai ternak kerja, ternak potong, ternak plasma nutfah dan sumber pupuk dan industri.

Akan tetapi jumlah populasi sapi bali di Indonesia tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan daging sapi. Hal itu perlu dilakukan suatu terobosan baru atau langkah untuk meningkatkan jumlah populasi sapi bali tersebut. Salah satu terobosan tersebut adalah peningkatan populasi melalui induksi kelahiran kembar (twinning). Program ini sudah banyak dilakukan oleh para ahli diluar negeri seperti di Australia dan Amerika Serikat. Untuk di Indonesia belum ada laporan resmi mengenai progaram induksi kelahiran kembar, untuk itu perlu dilakukan suatu kajian atau penelitian yang berkaitan dengan kelahiran kembar.

Makalah ini mengambil judul “ Peningkatan Populasi Sapi Bali melalui Induksi Kelahiran Kembar”. Sedangkan tujuan dari pembuatan karya tulis ini adalah sebagai salah satu ide atau cara untuk mengatasi kekurangan jumlah populasi sapi bali di Indonesia dan pemanfaatannya sebagai ternak potong untuk memenuhi kebutuhan daging sapi di pasaran serta menghadapi tantangan ekspor.

Permasalahan

Adapun permasalahan yang dibahas adalah adalah bagaimana cara meningkatkan populasi sapi bali sebagai ternak potong lokal dan solusi apa yang harus diterapkan untuk menjawab tantangan kebutuhan pasar dan tantangan ekspor akan permintaan daging sapi.

PEMBAHASAN

Kelahiran Kembar Sapi : Kemungkinan dan Keuntungannya

Sapi beranak satu, itu lumrah, apakah itu hasil kawin alam atau hasil inseminasi buatan (IB). sangat jarang dijumpai sapi yang beranak dua atau lebih dalam satu kali kelahiran, apalagi pada peternakan sapi potong yang diusahakan petani dengan pemeliharaan kurang intensif. Dari hasil pengamatan puluhan tahun oleh para ahli di seluruh dunia ditemukan kejadian kembar pada sapi yang bervariasi menurut bangsa sapi dan manajemen pemeliharaan. Kejadian alamiah lahir kembar pada sapi tersebut berkisar 0,01% (satu kelahiran tiap 10.000 kelahiran) sampai 3% (tiga kelahiran tiap 100 kelahiran). Umumnya semakin intensif usaha ternak sapi yang dikelola, semakin besar peluang terjadinya lahir kembar. Belum ada laporan yang resmi tentang angka kelahiran kembar alamiah pada sapi potong di Indonesia termasuk di Jambi.

Pengembangan teknik yang sederhana, murah, dan mudah diaplikasikan untuk memproduksi kelahiran kembar (twinning) pada sapi potong dibawah kondisi farm yang sesuai, sangat bermanfaat untuk meningkatkan efesiensi bilologis dan ekonomis system produksi sapi potong. Kelahiran kembar memungkinkan kenaikan produksi anak sapi potong di suatu wilayah tanpa penambahan populasi induk. Pada tataran penelitian twinning sudah berhasil dilakukan dengan hasil memuaskan. Memang, jumlah penelitian yang telah dilakukan untuk induksi kembar ini realtif kecil dibandingkan nilai ekonomi potensialnya. Hal ini karena mahalnya penelitian ternak besar dan kurangnya perhatian sponsor (perusahaan obat hewan) yang lebih tertarik mendanai penelitian reproduksi lainnya seperti sinkronisasi birahi.

Penerapan twinning pada skala luas telah dicoba di beberapa negara diantaranya Irlandia, Rumania, Hongaria, Australia dan Amerika Serikat pada sapi potong. Hasil uji coba mengindikasikan kemungkinan positif untuk pengembangan program twinning secara massal pada sapi potong. Studi yang dilakukan oleh peneliti Belanda menunjukkan hal yang sebaliknya pada sapi perah. Twinning pada sapi perah kurang menguntunngkan secara ekonomis.

Produksi kembar sebagian populasi induk saja dapat berpengaruh besar terhadap peningkatan efisiensi ekonomis usaha peternakan sapi di satu wilayah. Di wilayah yang populasi sapi potongnya dominan seperti di Jambi, induksi kemungkinan kembar ini mungkin diaplikasikan secara luas. Dengan upaya ini diharapkan terjadi peningkatan efisiensi usaha ternak sapi potong yang dimiliki peternak. Secara sederhana peningktana efisiensi bisa diukur berdasarkan konversi pakan menjadi daging, akan tetapi induk yang bunting kembar jauh lebih efisien dibandingkan bunting tunggal. Dari keseluruhan zat gizi yang diperoleh dari makanan, sekitar 70% zat gizi yang dimakan oleh induk dipakai untuk kebutuhan hidup pokok sedangkan hanya 30% yang digunakan untuk pertumbuhan janin selama kebuntingan dan saat menyusui. Hanya diperlukan sedikit tambahan asupan zat gizi pada induk yang bunting kembar agar pertumbuhan kedua janin berjalan normal. Artinya perbedaan biaya pakan untuk induk bunting tunggal dan bunting kembar tidak jauh berbeda. Komponen biaya lain yang bertambah adalah biaya pelaksanaan teknis twinning, tetapi besaran komponen biaya ini lebih kecil dari tambahan penghasilan dari bertambahnya produksi produksi anak perinduk. Pada usaha ternak sapi potong menggunakan basis “low-input, low-output” seperti umumnya yang dilakukan oleh peternak di Jambi bahkan di Indonesia, twinning dapat memberikan tambahan keuntungan yang cukup besar berapapun skala usahanya. Selain itu program twinning dapat merangsang peternak mengubah system produksi sapi potong menjadi lebih intensif.

Bila dikaitkan dengan sapi bali yang merupakan sapi lokal unggulan bangsa Indonesia, program twinning ini sangat besat besar kemungkinannya untuk diterapkan khususnya pada daerah yang kekurangan populasi sapi potongnya tetapi mempunyai potensi wilayah yang cukup bagus seperti di Propinsi Jambi. Potensi sumber daya alam yang sangat berlimpah ruah akan dapat termanfaatkan dengan baik. Kemudian bila program tersebut sudah berjalan dengan baik, kita tidak usah khawatir lagi kekurangan daging sapi untuk memenuhi kebutuhan di pasaran. Bahkan kita bisa mengekspor daging sapi potong lokal kepasaran luar negeri.

Pelaksanaan

Secara teknis, pelaksanaan twinning tidak sulit. Ketrampilan dasar yang dibutuhkan untuk penerapan di lapangan sudah dimiliki oleh petugas lapangan inseminasi buatan (IB) atau teknisi ART yang dimiliki Dinas Peternakan. Dari sisi ketersediaan SDM tidak ada masalah, dengan sedikit “up-grading” petugas, program sudah bisa dijalankan.

Twinning dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, superovulasi induk betina menggunakan hormon PMSG dosis rendah. Betina yang normalnya menghasilkan satu sel telur setiap kali ovulasi, dapat memproduksi 2-5 sel telur dengan cara tersebut. Setelah dilaksanakan IB induk akan mengandung janin lebih dari satu (biasanya 2-3 janin). Kisaran jumlah janin yang aman bervariasi antar individu, tetapi dianjurkan 2 janin sesuai kondisi anantomis-fisiologis rahim sapi. Walaupun demikian tercatat bahwa ada sapi yang mampu melahirkan 5 ekor satu kali kelahiran dengan induksi PMSG dosis rendah.

Kedua, penggabungan IB dengan embrio transfer. Diawali oleh kegiatan IB secara normal pada induk tanpa perlakuan apapun. Seminggu setetlah IB, pada ujung tanduk rahim ditanamkan embrio (bakal janin) tambahan dari luar. Dengan demikian ada 2 embrio dalam rahim induk tersebut. Jika keduanya tumbuh dan berkembang sempurna maka akan dihasilkan 2 ekor anak saat dilahirkan. Peluang keberhasilan cara ini lebih tinggi bila dilakukan pada ternak yang memiliki fertilitas (kesuburan) tinggi sperti sapi Bali dan embrio tambahan dari luar berupa embrio segar.

Ketiga, tranfer 2 atau lebih embrio. induk betina yang dipilih sebagai resipien diprogram untuk kegiatan transfer (penanaman) embrio segar atau awetan hasil perkawinan induk dan pejantan unggul. Sebanyak 2 atau 3 embrio ditanamkan pada tanduk rahim induk resifien seminggu setelah induk tersebut birahi. Diharapkan embrio-embrio tersebut berkembang seluruhnya sehingga induk menghasilkan anak kembar saat melahirkan. Pada beberapa ujicoba dihasilkan derajat kelahiran kembar dengan cara kedua dan ketiga sebesar kurang lebih 40% dan meningkatkan kelahiran secara keseluruhan (tunggal maupun kembar) menjadi 90% dari semua induk yang diprogram.

Persiapan teknis penerapan twinning tidak hanya menyangkut teknologi reproduksinya tetapi juga menyangkut penanganan induk dan anak yang dilahirkan. Titik kritis yang penting diperhatikan dan sering menimbulkan masalah pada kasus kebuntingan kembar alami terutama pada tiga bulan terakhir masa kebuntingan, saat kelahiran, dan masa menyusui. Kebutuhan pakan perlu diperhatikan bagi induk bunting kembar meskipun tambahan asupan zat gizi diperlukan sebetulnya tidak banyak, tetapi kekurangan sedikit saja akibatnya lebih fatal dibandingkan kebuntingan tunggal. Saat melahirkan, kadangkala betina bunting kembar membutuhkan sedikit bantuan untuk proses pengeluaran janin. Secara teknis hal ini tidak sulit, tetapi kontrol saat melahirkan itu penting jangan sampai tidak ketahuan sama sekali. Pemeliharaan anak kembar pada induk dari bangsa sapi yang sedikit produksi susunya membutuhkan tambahan pakan yang cukup. Jika ketiga titik kritis diperhatikan dengan baik, maka kelahiran kembar tidak menimbulkan masalah. Dengan demikian tujuan peningkatan produksi sapi potong tanpa penambahan populasi induk melalui program “kembarisasi” dapat dicapai.

Faktor pendukung keberhasilan Induksi Kelahiran Kembar

Selain dari faktor utama tersebut yang telah dijelaskan diatas, ada beberapa faktor lain yang turut mendukung kesusksesan program tersebut diantaranya;

  1. pemeliharaan secara intensif dilingkungan peternak.
  2. pola pemberian makanan yang baik
  3. pelaksanaan program yang dilakukan oleh pemerintah misalnya; inseminasi buatan.
  4. terjalinnya komunikasi antara peternak, pemerintah dan masyarakat luas untuk mendapatkan informasi yang benar tentang peternakan seperti publikasi hasil penelitian.
  5. pengembangan wilayah sentra produksi ternak sapi potong lokal pada daerah yang mempunyai potensi sumber daya alam yang bagus sehingga sangat mendukung untuk pelaksanaan program twinning tersebut.

Tabel 1. Jumlah sapi potong di Provinsi Jambi

Kabupaten / Kota

Sapi potong (ekor)

1. Kota Jambi

2. Muaro Jambi

3. Batanghari

4. Tebo

5. Bungo

6. Merangin

7. Sarolangun

8. Kerinci

9. Tanjung Jabung Barat

10. Tanjung Jabung Timur

2.670

9.733

8.091

16.345

19.172

16.422

5.828

46.071

6.214

7.852

Provinsi Jambi 2001

Provinsi Jambi 2000

Provinsi Jambi 1999

Provinsi Jambi 1998

Provinsi Jambi 1997

r (%)

138.398

142.054

150.253

156.350

151.108

-2,68

KESIMPULAN

Peningkatan populasi sapi bali sebagai sapi potong lokal dapat dilakukan melalui induksi kelahiran kembar untuk menjawab kebutuhan pasar dan tantangan ekspor di Indonesia. Sapi bali merupakan sapi lokal unggulan Indonesia yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan secara intensif, selain mudah didapatkan di Indonesia, faktor-faktor lainnya juga mendukung untuk pengembangan peternakan sapi bali sebagai sapi potong.

PUSTAKA

Bandini , Yusni. 1999. Sapi Bali. Penebar Swadaya. Jakarta.

Bayu Rosadi. 2002. Percepatan Produksi Sapi Potong melalui Induksi Kelahiran Kembar.Makalah Ilmiah Fakultas Peternakan Universitas Jambi.

Bungaran Saragih, Prof. Dr. Ir, M.Ec. 2000. Agribisnis Berbasis Peternakan: Kumpulan Pemikiran. Pustaka Wirausaha Muda. Bogor.

Djanah, Djamalin, drh. 1986. Mengenal Inseminasi Buatan. CV. Simlex. Jakarta.

Dinas Peternakan Provinsi Jambi. 2001. Statistik Peternakan Tahun 2001. Dinas Peternakan Provinsi Jambi.

Noakes, D.E. 1997. Fertility and Obstetrics in Cattle. Manipulation of Reproduction. Blackwell Science. United Kingdom.

Soeyanto. T. 1981. Intensifikasi Peternakan : Seri Berwiraswasta 7b. Yudhistira. Jakarta.

Soenarjo, Dr.Ir.Ch, M.S. 1988. Fertilitas dan Infertilitas Pada Sapi Tropis. CV.Baru. Jakarta.

1 komentar:

  1. Slots Casino - JW Marriott
    JW 서울특별 출장마사지 Marriott Las Vegas. JW Marriott Las Vegas. 포천 출장안마 JW Marriott Las Vegas. JW Marriott Las Vegas. JW Marriott Las Vegas. JW 군포 출장샵 Marriott Las 광주 출장안마 Vegas. JW Marriott 서귀포 출장샵 Las Vegas.

    BalasHapus